Mkomuko – Trendfokus.-Masyarakat Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, terus menyuarakan penolakan terhadap keputusan sanksi adat sepihak yang dijatuhkan kepada sembilan warga Kaum Seandeko.
Keputusan yang diteken oleh beberapa kepala kaum dan penghulu adat pada 2 Oktober 2025 itu dinilai tidak sah secara adat maupun moral, karena dibuat oleh pihak yang tengah dilaporkan masyarakat dalam dugaan penyalahgunaan jabatan dan pencurian KMD milik warga.
“Adat tidak bisa dipakai untuk menutup-nutupi kesalahan. Kalau keputusan diambil tanpa musyawarah dan berbau kepentingan pribadi, itu bukan adat — itu penyimpangan,” ujar salah satu tokoh masyarakat, Minggu (5/10/2025).
Ahli Hukum Adat: Adat Sejati Menegakkan Keadilan, Bukan Kekuasaan
Pakar hukum adat Bengkulu, Dr. (nama disamarkan), menegaskan bahwa adat adalah sistem nilai yang berfungsi menjaga keadilan sosial dan keharmonisan masyarakat.
Adat sejati selalu berpihak pada kebenaran, keseimbangan, dan mufakat.
“Adat tidak pernah memberi wewenang kepada seorang kepala kaum atau penghulu untuk menghukum seseorang secara sepihak. Itu bertentangan dengan ruh adat Melayu yang menjunjung tinggi musyawarah,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, tindakan oknum yang menggunakan nama adat untuk kepentingan pribadi atau balas dendam dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan simbol adat dan merusak tatanan sosial masyarakat.
“Kalau adat dipakai untuk menekan warga yang mencari keadilan, itu pelanggaran moral. Adat seharusnya memulihkan hubungan, bukan memperdalam luka,” jelasnya.
Peringatan: Kepala Desa Tidak Boleh Tunduk pada Tekanan Eksternal
Dalam konteks pemerintahan, ahli tersebut mengingatkan pentingnya memahami batas kewenangan antara lembaga adat dan pemerintah desa.
“Kepala desa dilantik dan disumpah oleh Bupati berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Ia tidak berada di bawah perintah kepala kaum atau lembaga adat, melainkan tunduk pada hukum negara,” jelasnya.
Menurutnya, setiap kepala desa wajib menjalankan fungsi administrasi pemerintahan secara mandiri dan profesional, tanpa tekanan dari pihak luar.
Jika kepala desa terbukti tunduk pada tekanan adat yang menyimpang atau menolak melayani kepentingan masyarakat dengan alasan politik adat, maka ia dapat dikenai sanksi administratif berat.
Dasar Hukumnya Jelas
Pasal 26 ayat (4) huruf a dan d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan:
“Kepala desa berkewajiban memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta menegakkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.”
“Kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, keluarga, pihak tertentu, atau golongan tertentu.”
Sementara dalam Pasal 30 dan 40 regulasi yang sama, disebutkan bahwa kepala desa dapat diberhentikan jika:
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa, Melanggar sumpah jabatan, atau Tidak menjalankan kewajiban dan tugasnya sebagai penyelenggara pemerintahan desa.
“Artinya, jika seorang kepala desa menolak mengeluarkan surat administrasi resmi masyarakat hanya karena tekanan adat atau perintah kepala kaum, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sumpah jabatan dan bisa berujung pemberhentian,” ujar ahli tersebut tegas.
Tokoh Adat Mukomuko: “Adat dan Pemerintah Harus Jalan Beriringan, Bukan Bertabrakan”
Tokoh adat Mukomuko, yang enggan namnya disebutkan, menegaskan bahwa lembaga adat dan pemerintah desa harus berjalan seimbang.
Adat mengatur moral dan budaya, sementara pemerintah desa mengatur urusan administrasi dan hukum negara.
“Kalau kepala desa tunduk pada tekanan adat yang salah, sama saja ia meninggalkan tanggung jawabnya kepada negara dan masyarakat. Ini bukan persoalan adat, tapi persoalan moral jabatan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar lembaga adat tidak ikut campur dalam ranah pemerintahan yang bersifat administratif.
“Kalau adat ingin dihormati, maka adat harus tahu batas. Adat menjaga moral, bukan mengatur urusan surat-menyurat dan pelayanan publik,” pungkasnya.
Adat dan pemerintahan adalah dua sisi mata uang yang seharusnya saling melengkapi, bukan saling menekan.
Adat menjaga moral, pemerintah menjaga aturan.
Ketika adat disalahgunakan, yang rusak bukan hanya hubungan sosial — tetapi juga kepercayaan masyarakat pada keadilan.
Warga Ujung Padang berhak atas pelayanan publik yang adil, bebas tekanan, dan sesuai hukum negara. (Red)






