Mukomuko — Dugaan adanya praktik “pembiaran” terhadap laporan kasus ilegal mining tanah urug di Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, kembali mencuat ke publik. Pasalnya, sejak disebutkan oleh Kapolres Mukomuko bahwa kasus tersebut sudah melibatkan pemeriksaan ahli dari ESDM Pusat, hingga kini belum ada tindak lanjut yang jelas. Tidak ada hasil resmi pemeriksaan, tidak ada penetapan tersangka, dan tidak ada kejelasan hukum yang disampaikan kepada pelapor maupun publik.
Situasi ini memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat: Apakah Polres Mukomuko benar-benar serius menangani kasus pertambangan ilegal, ataukah kasus ini sudah “dipeti-es-kan”?
“Kami sudah dengar langsung waktu itu dari Kapolres bahwa kasus ini sudah dimintakan keterangan ahli dari ESDM pusat. Tapi itu sudah berbulan-bulan lalu. Tidak ada kabar apa pun. Laporan kami seolah hilang ditelan meja penyidik,” ungkap M. Toha, Ketua LSM LP-KPK Mukomuko, Jumat (17/10/2025).
Publik di Mukomuko mulai meragukan netralitas penyidik Polres Mukomuko, karena sejumlah laporan serupa terkait pertambangan ilegal justru tidak berujung ke meja hijau. Padahal, data dan kronologi kasus telah lengkap, bahkan disertai STPL resmi dan bukti lapangan.
“Aneh, kalau pelakunya rakyat kecil atau tanpa pengaruh, cepat ditahan. Tapi kalau sudah menyangkut nama pengusaha tambang dan alat berat, kasusnya pasti jalan di tempat. Ini bukan tudingan, ini fakta,” tegas salah seorang tokoh masyarakat Ujung Padang.
Masyarakat juga menyinggung kasus galian C di Bandar Jaya, yang baru ditindak setelah tekanan besar dari publik.
“Bandar Jaya saja dulu ditahan karena viral dan didesak publik. Kalau tidak, pasti menguap juga. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum kita,” ujar tokoh masyarakat lainnya.
Tim LSM dan warga menemukan fakta baru (novum) terkait transaksi jual beli tanah urug ilegal di Desa Ujung Padang. Diketahui bahwa kontraktor yang membeli tanah urug kepada pengurus karang taruna dan pengurus kaum desa, kini telah menerima kembali uangnya.
Berdasarkan informasi lapangan, uang hasil transaksi yang sebelumnya diserahkan oleh pihak kontraktor kepada pengurus karang taruna dan kaum setempat, kini telah dikembalikan sepenuhnya setelah kasus ini mencuat ke ranah hukum.
“Artinya jelas, para pihak yang terlibat sadar bahwa kegiatan tersebut tidak sah dan tanpa izin,” tegas Toha.
Fakta pengembalian uang tersebut bisa menjadi novum penting bagi penyidik untuk membuktikan bahwa kegiatan penambangan tanah urug itu memiliki unsur kesengajaan dan keuntungan ekonomi ilegal, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kasus serupa bukan hanya di Ujung Padang. Beberapa laporan masyarakat tentang ilegal mining di wilayah lain di Mukomuko juga mengalami nasib serupa:
1. Kasus Quarry Gajah Oleng di Kecamatan V Koto, dilaporkan sejak 2023 namun tak pernah naik penyidikan.
2. Kasus Quarry Penarik, diinformasikan sudah naik tahap lidik, namun tak pernah terekspos ke publik.
3. Kasus Galian C di Bandar Jaya, baru ditindak setelah publik marah dan media menekan.
“Kalau terus begini, publik bisa berpikir bahwa hukum kita tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Padahal laporan-laporan ini lengkap dan bisa ditindaklanjuti,” kritik Ketua LP-KPK.
Masyarakat dan aktivis kini mendesak Kapolda Bengkulu dan Kadiv Propam Mabes Polri agar melakukan evaluasi khusus terhadap kinerja penyidik Polres Mukomuko dalam menangani kasus pertambangan ilegal.
“Jangan sampai penyidik bermain di wilayah abu-abu. Kasus ini menyangkut kepercayaan publik terhadap Polri. Kalau dibiarkan, wibawa institusi yang rusak, bukan hanya individu,” pungkas Toha.
Pasal dan Dasar Hukum Terkait:
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020: Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Pasal 421 KUHP: Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dalam penanganan hukum dapat dijerat pidana.
Catatan Redaksi:
Berita ini merupakan bentuk kontrol sosial terhadap dugaan lemahnya penegakan hukum di daerah. Transparansi penanganan perkara publik menjadi tanggung jawab moral Polres Mukomuko dan Polda Bengkulu. (Red)






