ukomuko –Keputusan Polres Mukomuko menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus pencurian tandan buah segar (TBS) milik KMD di Desa Ujung Padang terus menuai kecaman keras. Para aktivis hukum daerah menilai langkah tersebut bukan hanya bentuk ketidakadilan, tetapi juga mencerminkan cacat moral aparat yang menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal hati nurani aparat. Bagaimana mungkin pencurian yang jelas-jelas merugikan rakyat kecil dihentikan begitu saja? SP3 ini adalah tamparan bagi rasa keadilan masyarakat,” tegas Ahmad Junaidi, aktivis hukum dan pegiat antikorupsi Mukomuko.
Aktivis lainnya, Rina Kurnia, menyebut SP3 tersebut akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah. “Kalau kasus seperti ini saja bisa dihentikan, apa yang menjamin kasus pencurian lain atau kejahatan besar tidak akan diperlakukan sama? Diskresi aparat tidak boleh dipakai semena-mena. Ini jelas pelecehan terhadap prinsip keadilan,” ujarnya.
Mereka juga menuding Polres Mukomuko telah gagal menjalankan amanah sebagai penegak hukum yang semestinya berpihak pada kebenaran dan kepentingan rakyat. “Polisi bukan hanya bekerja untuk perusahaan atau kepentingan tertentu, tapi untuk masyarakat luas. Jika aparat terus bermain dengan diskresi, jangan salahkan rakyat jika kepercayaan kepada polisi runtuh,” tambah Rina.
Kecaman serupa datang dari jaringan aktivis mahasiswa. Mereka menilai, SP3 ini menjadi “alarm bahaya” runtuhnya integritas aparat di mata publik. “Hukum jangan sampai jadi barang dagangan. Hari ini SP3 untuk pencurian TBS, besok bisa SP3 untuk kejahatan yang lebih besar. Ini berbahaya,” kata Dodi, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Mukomuko.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari Kapolda Bengkulu hingga Mabes Polri untuk mengevaluasi kinerja Polres Mukomuko. “Jika kasus ini dibiarkan, masyarakat bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa hukum tidak lagi bisa diandalkan,” pungkasnya. (Red)