Mukomuko – Dugaan kuat mengenai pembiaran dan bahkan penutupan kasus ilegal mining tanah urug di Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, kini berbalut kekecewaan publik yang makin menganga. Meskipun telah dilaporkan oleh LSM LP‑KPK dan bahkan disebutkan melibatkan pemeriksaan ahli dari kementerian teknis, hingga kini tak ada kejelasan signifikan dari Polres Mukomuko.
> “Menutup-nutupi sesuatu yang seharusnya terbuka seringkali menjadi ciri — bahkan ‘DNA’ — dari perilaku seorang maling,” tegas Ketua LSM LP-KPK, M. Toha, menuding bahwa institusi penegak hukum di daerah ini tengah memainkan permainan gelap.
Kapolres di Ujung Garis?
Kapolres Mukomuko, AKBP Riky Crisma Wardana, S.I.K.,—yang resmi menjabat sejak Maret 2025. — kini menghadapi sorotan tajam atas lambannya proses penyidikan yang dijalankan oleh jajaran penyidik di bawah komandonya. Para pengamat dan masyarakat pun mempertanyakan: apakah perlambatan itu disebabkan kelalaian, inkompetensi, atau memang ada pihak kuat yang melindungi?
Kronologi yang Tak Jelas
Laporan masyarakat dan LSM telah diterima secara resmi, mengarah ke aktivitas penambangan tanah urug tanpa izin di Ujung Padang.
Kapolres sebelumnya disebut telah memerintahkan pemeriksaan ahli dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pusat sebagai bagian dari proses penyelidikan — namun hasilnya belum dipublikasikan dan tak ada penetapan tersangka hingga saat ini.
Muncul fakta baru bahwa kontraktor tambang diduga menyerahkan uang kepada pengurus karang taruna dan kaum desa setempat sebagai pembayaran “tanah urug” — namun kini uang tersebut dikembalikan oleh pengurus kepada kontraktor, menunjukkan bahwa ada kesadaran bahwa kegiatan itu ilegal. Fakta ini belum diangkat secara serius oleh penyidik.
Anak Buah (Disinyalir) Main Aman
Menurut Toha, kasus ini memperlihatkan pola yang sama:
“Ketika pelaku usaha tambang adalah orang-orang berduit atau punya relasi, maka proses penyelidikan tersendat, bahkan mandek di meja penyidik. Sementara warga kecil yang melapor terus menunggu.”
Padahal, LP-KPK mencatat beberapa laporan serupa di Kabupaten Mukomuko yang tak pernah naik ke tahap penyidikan, seperti kasus quarry di Kecamatan V Koto dan quarry Penarik yang informasinya tak terekspos.
Kelambanan dan kecerobohan anak buah penyidik ini tak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menempatkan Kapolres—AKBP Riky Crisma Wardana, S.I.K—dalam posisi yang rentan. Bila kasus-kasus besar seperti ini dibiarkan mandek, maka reputasi pimpinan institusi bisa runtuh: penegakan hukum yang lemah akan dianggap sebagai cermin buruk kepemimpinan.
LSM bersama elemen masyarakat kini mendesak Kapolda Bengkulu serta Divisi Propam Mabes Polri untuk melakukan audit internal terhadap penanganan kasus ini di Polres Mukomuko. Mereka meminta transparansi atas hasil pemeriksaan ahli, status penyidikan, dan alasan belum ditetapkannya tersangka.
“Jika dalam dua minggu ke depan tidak ada progres konkret, kami akan melapor ke Komnas HAM dan Ombudsman,” ancam Toha.
Kasus illegal mining di Ujung Padang bukan sekadar soal pelanggaran administratif, tetapi soal kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan penegakan hukum di daerah. Bila fakta-baru terus dibiarkan tanpa tindakan, maka ungkapan “menutup-nutupi = mengkhianati keadilan” akan menjadi kenyataan yang memalukan bagi institusi yang semestinya melindungi warga — bukan membuat mereka jadi korban pembiaran. (Red)






