TRENDFOKUS.COMSejak Bulan Januari hingga November 2023 ini. Setidaknya, tercatat sebanyak 20 orang anak menjadi korban kekerasan seksual di Kabupaten Mukomuko. Dari puluhan anak itu, ada yang menjadi korban dan ada yang menjadi pelaku.
Dikatakan Bupati Mukomuko H. Sapuan, SE., MM., Ak., CA., CPA., CPI melalui Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Mukomuko, R Panji Surya ketika dikonfirmasi Selasa (21/11) menyatakan. Jumlah kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak di bawah umur tersebut, terbilang cukup banyak. Sehingga, pihaknya pun berupaya memberi pendampingan hingga semua kasus selesai.
“Selain pendamping selama proses hukum. Kami juga turunkan psikologi untuk mengecek kondisi mental mereka,” kata Panji.
Panji Surya menegaskan, ketika ada anak berhadapan dengan hukum mengalami kondisi serupa dengan kasus yang dialami remaja perempuan ini, langkah-langkah yang akan Kemen PPPA lakukan yaitu memastikan berjalannya upaya penanganan yang cepat, pendampingan psikososial dari saat pengobatan sampai pemulihan, pemberian bantuan sosial bagi anak dari keluarga tidak mampu, serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Kondisi pelaku yang masih di bawah umur dan pada saat pemeriksaan psikologis ternyata menjadi korban kekerasan seksual oleh orang terdekatnya, menurut Panji Surya memiliki korelasi erat dengan tindak kriminal yang nekat ia lakukan terhadap bocah berusia 5 tahun.
Pemerintah Kabupaten Mukomuko, kata Panji, terus berupaya menekan angka kekerasan seksual anak dan perempuan. Pendampian dan pemulihan psikis para korban juga menjadi tanggungjawab DP2KBP3A.
“Tentu harapan kita semua tidak ada lagi kasus serupa. Untuk itu mari kita jaga dan awasi dengan baik anak-anak kita. Pastikan orang tua tahu, dengan siapa anak kita pergi, dengan siapa anak kita main, dan yang lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut Panji Surya menjelaskan upaya yang harus dilakukan dalam mencegah agar anak tidak menjadi korban kekerasan seksual, terutama oleh orang terdekat, yaitu dengan memperhatikan tanggung jawab dalam melindungi anak yang harus dilaksanakan bersama-sama oleh 4 (empat) pihak, sesuai pasal 20 Undang-Undang No. 35 tahun 2014. Ke-empat pihak tersebut yaitu pertama, anak itu sendiri yang harus diberikan pemahaman untuk melindungi dirinya; kedua, keluarga bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang yang cukup dan tidak melakukan kekerasan yang dapat direplikasi anak; ketiga, masyarakat dengan mendukung terwujudnya lingkungan yang ramah dan bebas kekerasan; dan keempat, pemerintah ikut terlibat dalam hal aspek kebijakan, edukasi, dan layanan bagi anak dan orangtua.
“Ini merupakan hal yang penting agar ketika anak melihat dan/atau mengalami kejadian tertentu yang dapat berdampak pada perilakunya dan bersifat traumatik, bisa dideteksi secara dini. Untuk itu, semua pihak harus ikut terlibat dalam mengawasi anak-anak kita di luar sana dan bukan hanya dibebankan kepada pemerintah,” tegas Panji. (TH/ADV)