Kisah Sukses Petani Melenial Asal Bukit Menyan

0
37 views
BARU

KEPAHYANG-Trendfokus.com-Sukses itu bukan dilihat hanya dari penampilan nya dalam bekerja, yang bepakaian necis serta berdasi. Hal ini diperlihatkan Kasiri yang seorang petani muda asal desa Bukit Menyan Kecamatan Bermani Ilir, Kabupaten Kepahyang. Kasiri sang petani milenial ini lahir di desa Bukit Menyan 08 Maret 1983, sukses mengakomodir masyarakat petani di daerah nya, dia menjadi pionir bagi teman teman di komunitas mereka. Selain sebagai petani sayuran, Kasiri juga menjabat kasi Pembangun di Desa tempat dia Tinggal.

Tak tanggung, dari keuletan dan konsistensinya memilih jalan hidup sebagai petani, kini ia bisa memperoleh laba bersih hingga puluhan juta sebulan dan mengangkat kesejahteraan petani binaannya.

Saat Trendfokus.com bertandang menemuinya, Kamis (26/3/2020) Kasiri baru saja selesai mengirim hasil panenannya berupa Buah Tomat.

Disela aktifitasnya ini, Kasiri sedikit berbagi kisah sukses menjadi petani milenial yang kini kurang diminati sebagian besar generasi muda.

“Tidak gengsi, mau belajar dan konsisten untuk berjuang menjadi petani,”ucap dia membuka perbincangan.

Kasiri menuturkan, awal mula ia memilih menjadi seorang petani sebetulnya dengan alasan sederhana. Lahir dan dibersarkan pada daerah pertanian, dia berinovasi melihat peluang besar menginfirasi ilmunya.

“Simpel saja sebenarnya, disini banyak petani sayuran seperti cabe, tomat dan brokoli, tapi yang jadi”cetus dia.

Berkat milik lahan sendiri lahan seluas 1.200 meter persegi, Kasiri memberanikan diri membangun Gubuk diatas lahan tersebut. Memang butuh modal yang tidak sedikit untuk bertani, berkat ketekunan insyaallah bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “alhamdulillah berkat ketekunan saya,, insyaallah saya bisa memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. ”

Dia berharap Pemerintah daerah dalam hal ini dinas pertanian Kepahyang, Pertanian jangan hanya menjadikan petani milenial sebagai jargon program namun bantuan tidak tepat sasaran. Petani milenial butuh intervensi anggaran yang cukup agar profesi petani menjadi pilihan utama tak lagi dipandang sebelah mata.

“Kami yang muda ini mau bertani, tapi untuk mencetak lebih banyak lagi milenial untuk bertani juga sulit juga modal terbatas sementara pasar terbuka lebar,” tutup nya. (toha)