TRENDFOKUS.COM– Konflik agraria di Kabupaten Mukomuko semakin memanas. PT. Daria Dharma Pratama Air Berau Estate (PT DDP ABE) hari ini, Kamis (29/2) menutup semua akses masuk wilayah perkebunan mereka.
Yaitu HGU nomor 2 seluas 1.195 hektare yang saat ini sudah berakhir izin pengelolaannya sejak, 31 Desember 2021 lalu.
Sebab dari penolakan 6 desa penyangga ini, karena tidak terima Pemkab Mukomuko merekomendasikan penunjukan 20 persen dari HGU tersebut, di lokasi lahan yang sudah memang dikelola warga selama ini.
Sementara tuntutan warga di 6 desa penyangga yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) tersebut, meminta pihak PT DDP ABE untuk mengeluarkan 20 persen dari HGU yang diajukan untuk perpanjangan tersebut.
” Kami pun heran kepada pemerintah daerah. Kami tidak tau lagi harus mengadu ke siapa saat ini. Kami hanya menuntut hak kami, itu saja. Kami tidak bermaksut untuk mempersulit investor, jika investor taat aturan dan memenuhi apa yang sudah jadi tanggungjawabnya,” ungkap Budi Hartono, Ketua KMS.
Dilanjutkannya, jika memang tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan, maka tidak ada kata lain, ke 6 desa penyangga siap melawan meskipun harus bertumpah darah.
” Mayoritas kami ini petani, seperti yang kita lihat saat ini, kita sudah tidak memiliki lahan lagi. Karena semua sudah dikuasai oleh para oligarki. Ini masalah kemanusiaan, kami bukan untuk mencari kaya, hanya untuk menyambung hidup di tanah kelahiran kami ini,”tutupnya.
Sementara Sekda Mukomuko, Abdiyanto, juga sudah mengetahui permasalahan ini. Pihaknya juga sudah melaporkan permasalahan ini ke Gubernur.
” Kita sudah rapat beberapa waktu lalu, hasilnya juga sudah kita sampaikan ke Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Kita Pemkab ini sudah tidak ada wewenang, itu yang jadi masalahnya saat ini,” ujar Sekda Mukomuko.
Namun Sekda Mukomuko, Abdiyanto, menghimbau kedua belah pihak yang saat ini tengah berkonflik. Baik dari masyarakat, dan pihak investor, untuk tetap berpedoman dengan aturan perundang-undangan.
” Kami rasa jika kedua belah pihak berpedoman dengan aturan serta perundang-undangan, mungkin konflik ini tidak terjadi. Maka kami sebagai pemerintah daerah saat ini hanya bisa memberi saran dan masukkan. Karena masalah kebijakan, kita tidak punya wewenang terkait permasalah ini,” imbuhnya.
Ditambahkan oleh Sekda Mukomuko, jika masyarakat ingin melakukan konsulidasi dengan Pemkab, kapan pun dibutuhkan, maka dirinya juga selaku ketua tim reforma, siap berdiskusi.
” Kita siap memberi ruang untuk komunikasi serta diskusi. Kenapa tidak, ini masyarakat kita juga. Kita juga tidak ingin ada hal-hal yang buruk terjadi kepada warga kita,” pungkas Sekda Mukomuko, Abdiyanto. (Reda)